Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
“Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku.
Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasehat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasehat.
Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya.
Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan.
Maka terus-meneruslah berada pada majelis-majelis dzikir (majelis ilmu), semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi (ada) satu kata yang terdengar (di sana) dan kata itu merendahkan (diri kita) namun sangat bermanfaat (bagi kita). Bertakwalah kalian semua kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”
Pada suatu hari beliau rahimahullah pergi menemui murid-murid beliau dan mereka tengah berkumpul, maka beliau rahimahullâh berkata:
“Demi Allah ‘Azza wa Jalla, sungguh! Andai saja salah seorang dari kalian mendapati salah seorang dari generasi pertama (umat ini) sebagaimana yang telah aku dapati, serta melihat salah seorang dari Salafus Shalih sebagaimana yang telah aku lihat, niscaya di pagi hari dia dalam keadaan bersedih hati dan pada sore harinya dalam keadaan berduka.
Dia pasti mengetahui bahwa orang yang bersungguh-sungguh dari kalangan kalian (hanya) seperti orang yang bermain-main. Dan seorang yang rajin dari kalangan kalian (hanya) serupa dengan orang yang suka meninggalkan.
Seandainya aku ridha terhadap diriku sendiri pastilah aku akan memperingatkan kalian (dengannya), akan tetapi Allah ‘Azza wa Jalla Maha Tahu bahwa aku tidak senang terhadapnya, oleh karena itu aku membencinya.”
(Mawai’zh lil Imam Al-Hasan Al-Bashri, hal. 185-187)
(Sumber: Majalah Asy Syariah, Vol. II/No. 19/1426H/2005, judul: Seorang Penasehat tidak Berarti Ma’shum, kategori: Permata Salaf, hal. 1. Dinukil untuk http://almuslimah.wordpress.com/)
http://almuslimah.wordpress.com/2008/05/02/seorang-penasehat-tidak-berarti-mashum/
“Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku.
Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasehat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasehat.
Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya.
Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan.
Maka terus-meneruslah berada pada majelis-majelis dzikir (majelis ilmu), semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi (ada) satu kata yang terdengar (di sana) dan kata itu merendahkan (diri kita) namun sangat bermanfaat (bagi kita). Bertakwalah kalian semua kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”
Pada suatu hari beliau rahimahullah pergi menemui murid-murid beliau dan mereka tengah berkumpul, maka beliau rahimahullâh berkata:
“Demi Allah ‘Azza wa Jalla, sungguh! Andai saja salah seorang dari kalian mendapati salah seorang dari generasi pertama (umat ini) sebagaimana yang telah aku dapati, serta melihat salah seorang dari Salafus Shalih sebagaimana yang telah aku lihat, niscaya di pagi hari dia dalam keadaan bersedih hati dan pada sore harinya dalam keadaan berduka.
Dia pasti mengetahui bahwa orang yang bersungguh-sungguh dari kalangan kalian (hanya) seperti orang yang bermain-main. Dan seorang yang rajin dari kalangan kalian (hanya) serupa dengan orang yang suka meninggalkan.
Seandainya aku ridha terhadap diriku sendiri pastilah aku akan memperingatkan kalian (dengannya), akan tetapi Allah ‘Azza wa Jalla Maha Tahu bahwa aku tidak senang terhadapnya, oleh karena itu aku membencinya.”
(Mawai’zh lil Imam Al-Hasan Al-Bashri, hal. 185-187)
(Sumber: Majalah Asy Syariah, Vol. II/No. 19/1426H/2005, judul: Seorang Penasehat tidak Berarti Ma’shum, kategori: Permata Salaf, hal. 1. Dinukil untuk http://almuslimah.wordpress.com/)
http://almuslimah.wordpress.com/2008/05/02/seorang-penasehat-tidak-berarti-mashum/